KPK Pertanyakan Status Maqdir yang Persoalkan DPO Nurhadi

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan status dan kedudukan Maqdir Ismail terhadap tersangka kasus dugaan suap pengaturan perkara di Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman. Maqdir mempersoalkan nama eks Sekretaris MA itu masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron dan menganggapnya berlebihan.

“Kami tegaskan, kami tidak mengetahui posisi dari Pak Maqdir sebagai kuasa hukumkah dari para tersangka itu atau memang yang kami tahu hanyalah sebagai kuasa hukum dari Praperadilan yang sudah pernah diajukan dan ditolak,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri di Kantornya, Jakarta, Senin (17/2) malam.

Terkait dengan pernyataan Maqdir yang menyebut bahwa Nurhadi ada di Jakarta, Ali menegaskan kedudukan Maqdir terkait perkara ini harus jelas terlebih dahulu. Dia meminta Maqdir tak sekadar bicara dan jika memang benar sebagai kuasa hukumnya untuk segera melapor ke KPK mengenai keberadaan Nurhadi.

Ali pun mengingatkan soal keberadaan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang merintangi penyidikan yang ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara.

“Jadi, sekali lagi silakan pak Maqdir datang ke KPK dan laporkan serta infokan ke kami di mana posisi tersangka yang disampaikan katanya ada di Jakarta. Sehingga, pasti penyidik KPK akan tindak lanjutinya,” ucap Ali.

Saat dikonfirmasi, Maqdir mengaku Nurhadi ada di Jakarta adalah sebelum status DPO diumumkan oleh KPK ke publik.

“Pada waktu tanda tangan kuasa untuk mendaftarkan permohonan praperadilan, 5 Februari 2020, saya ketemu beliau di Jakarta,” kata Maqdir kepada CNNIndonesia.com, Senin (17/2).

Sementara itu KPK mengumumkan Nurhadi masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) pada Kamis (13/2).

KPK memasukkan nama Nurhadi ke dalam DPO karena yang bersangkutan lima kali tidak menghadiri pemeriksaan, dengan rincian tiga kali sebagai saksi dan dua panggilan sebagai tersangka.

Selain itu, KPK juga menetapkan DPO untuk dua tersangka lain yakni Rezky Herbiyono selaku menantu Nurhadi dan Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto.

Nurhadi diduga menerima gratifikasi atas tiga perkara di pengadilan. Ia disebut menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MIT serta suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar.

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari perkara OTT dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait