Hakim Keberatan Terdakwa Pakai Koteka di Ruang Sidang

Jakarta – Aktivis Papua Anes Dano Tabuni berkukuh mengenakan koteka saat menjalani sidang sebagai terdakwa dalam kasus makar dan pemufakatan jahat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (6/1).

Hakim sebelumnya sempat menyampaikan keberatan karena Anes dan terdakwa lainnya, Ambrosius Mulait, mengenakan koteka. Sementara empat terdakwa lain yang juga menjalani sidang makar dan pemufakatan jahat mengenakan kemeja putih.

Pakaian adat asal Papua yang dikenakan Anes dan Ambrosius itu hanya menutupi alat kelamin. Sementara bagian atas dibiarkan telanjang dada dengan sejumlah coretan ‘monkey usir Papua’.

“Hakim minta pakai celana. Badan atas tetap kosong tapi jangan pakai koteka lagi sidang berikutnya karena katanya aturan pengadilan,” ujar Anes usai persidangan.

Namun Anes menyatakan akan tetap mengenakan koteka karena itu merupakan bagian dari budaya Papua. Ia ingin menunjukkan bahwa koteka merupakan identitas dari Papua yang harus ditunjukkan.

“Saya harus menunjukkan bahwa orang Papua seperti ini dan kita menyelesaikan masalah sebesar apapun kita selesaikan secara budaya. Mesti harus pakai koteka. Saya lebih menghormati persidangan ketika saya pakai koteka,” katanya.

Anes khawatir jika dirinya tak lagi mengenakan koteka justru akan dikucilkan masyarakat Papua lainnya. Oleh karena itu, ia menyatakan akan tetap mengenakan koteka dalam sidang-sidang selanjutnya.

“Sekalipun hakim dan jaksa meminta saya pakai celana, orang tua kami dulu juga tidak pernah pakai celana kok. Mereka dulu pakai koteka dan hidup seperti ini. Jadi kami menunjukkan budaya kami,” ucap Anes.

Jaksa sebelumnya mendakwa enam aktivis Papua yakni Surya Anta, Charles Kossay, Anes Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Arina Lokbere melakukan makar dan pemufakatan jahat.

Pada dakwaan pertama, keenam aktivis Papua itu didakwa melanggar Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP atau mengenai makar.

Sedangkan dakwaan kedua, Pasal 110 ayat (1) KUHP mengenai pemufakatan jahat yang didakwakan kepada keenam aktivis Papua, akibat kasus pengibaran bendera Bintang Kejora saat melakukan aksi di depan Istana Negara pada 28 Agustus 2019 itu. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait