Kesal! Jokowi Sempat Mau Ngomong Kasar Gara-gara Gas Mahal

Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kesal harga gas industri masih mahal hingga hari ini. Padahal dirinya sudah sering memerintahkan menteri terkait untuk membuat harga gas lebih terjangkau bagi pelaku industri.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun akhirnya memanggil para menteri terkait untuk rapat terbatas (ratas) tentang ketersediaan gas untuk industri di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, kemarin. Dalam kesempatan itu Jokowi mengungkapkan kekesalannya.

Jokowi mengaku ingin berkata kasar, tapi akhirnya nggak jadi. Dirinya menyebut gas merupakan modal pembangunan industri nasional. Jadi seharusnya harganya tidak terlalu mahal agar industri dalam negeri bisa bersaing.

“Saya sudah beberapa kali kita berbicara mengenai ini, tetapi sampai detik ini kita belum bisa menyelesaikan mengenai harga gas kita yang mahal,” ujar Jokowi saat rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020).

“Dan perlu saya sampaikan gas bukan semata-mata sebagai komoditas, tapi juga modal pembangunan yang akan memperkuat industri nasional kita,” imbuh dia.

Jokowi meminta jajarannya mengkalkulasikan harga gas supaya kompetitif. Sebab, produk dalam negeri masih kalah bersaing karena mahalnya harga gas.

Jokowi menegaskan pemerintah harus segera memutuskan strategi yang akan dilakukan demi menekan harga gas. Dia tak ingin mahalnya harga justru melindungi mafia gas.

“Kalau tidak segera diputuskan ya akan gini terus. Pilihannya kan hanya dua, melindungi industri atau melindungi pemain gas. Saya tadi mau ngomong yang kasar tapi nggak jadi,” kata Jokowi.

Ada Tiga Opsi

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyodorkan sejumlah usulan ke Presiden untuk membuat harga gas industri lebih murah. Pasalnya mahalnya gas industri masih menjadi keluhan dunia usaha. Agus ingin harga gas industri maksimal US$ 6 per MMBTU, sedangkan saat ini masih di atas itu.

Agus mengatakan, salah satu opsi menyediakan gas murah adalah industri diberikan izin untuk menggunakan gas impor yang harganya lebih murah. Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Media Gathering membahas kinerja tahun 2019 dan outlook pembangunan sektor industri 2020.

“Tentu swasta diberikan atau pihak diberikan keleluasaan atau diperbolehkan untuk mengimpor gas, khususnya gas untuk industri dengan harga yang sudah kita patok sehingga industri bisa memiliki daya saing yang tinggi dibandingkan industri-industri lain yang ada di kawasan,” kata Agus di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (6/1/2020).

Opsi lainnya adalah pengurangan porsi pemerintah dari hasil Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

“Dari apa yang jadi perhitungan kami, tapi perhitungan kami juga tentu ada deviasinya. Tapi berdasarkan perhitungan kami porsi pemerintah itu sebesar US$ 2,2 per MMBTU. Dan ini kalau porsi pemerintah bisa dikurangi atau dihilangkan maka tentu harga gas yang disalurkan untuk industri juga bisa turun,” lanjutnya.

Opsi lainnya adalah menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) yaitu kewajiban badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk menyerahkan sebagian minyak dan gas bumi dari bagiannya kepada negara melalui badan pelaksana.

“KKKS diwajibkan melakukan DMO gas yang bisa diberikan kepada PGN sehingga akan menjamin kuantitas alokasi gas untuk industri dengan harga spot saat ini US$ 4,5 per MMBTU,” jelasnya.

Tiga Bulan Beres

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah akan mengeksekusi upaya penurunan harga gas dalam waktu tiga bulan ke depan. Hal itu sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“(Tenggat waktu dari presiden) dalam tenggat waktu 3 bulan (dieksekusi),” kata Arifin di Kompleks Istana, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020).

Dia mengatakan, upaya yang akan dilakukan antara lain adalah menerapkan Domestic Market Obligation (DMO), yaitu kewajiban badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk menyerahkan sebagian minyak dan gas bumi dari bagiannya kepada negara melalui badan pelaksana.

Berikutnya hal-hal terkait pajak juga akan ditinjau lagi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Akan dilihat pembebasan pajak yang bisa dilakukan.

“Iya (solusinya) DMO, terus kemudian juga bebas pajak. Itu nanti dengan Bu Menteri Keuangan ya. Nanti dalam kuartal ini akan kita coba selesaikan,” jelas Arifin.

Hal lainnya yang juga akan ditinjau adalah mengurangi atau menghilangkan porsi pemerintah dari hasil kegiatan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) senilai US$ 2,2 per MMBTU.

“Kan porsi pemerintah itu ada fiskal, yang digunakan terhadap komoditi gas. Jumlahnya kan US$ 2,2. Ini dianggap memberikan beban tersendiri terhadap komponen harga gas,” tambahnya. (mb/detik)

Pos terkait