Prabowo Diminta Jangan Jorjoran Belanja Alutsista, Perkuat Laut dan Udara

Jakarta – Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tengah gencar berkunjung ke negara sahabat, terutama produsen alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Terkini, negara yang dikunjungi Prabowo adalah Rusia. Di sana Prabowo disebutkan sedang membicarakan peluang memboyong jet tempur Sukhoi Su-35 ke Indonesia.

Sebelumnya, saat berkunjung ke Prancis, Prabowo diberitakan membicarakan jet tempur Rafale, kapal selam Scorpene, dan kapal perang Korvet GoWind.

Pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Haripin berharap Prabowo tak terlalu jorjoran belanja alutsista dan melupakan kebutuhan lain yang juga memerlukan anggaran.

Haripin menyebut anggaran yang tersedia di Kemhan tak seluruhnya digunakan untuk pengadaan, tetapi turut dialokasikan dalam belanja personel, hingga belanja organisasi di masing-masing matra. Menurutnya, tak bijak Prabowo hanya memikirkan pengadaan alutsista.

“Sedangkan untuk kebutuhan perawatan, training, sebagainya dikurangi atau dikompromikan. Itu akan mengganggu efektifitas dari angkatan bersenjata sendiri, kalau terlalu jorjoran,” kata Haripin kepada CNNIndonesia.com, Kamis (30/1).

Kemenhan mendapat alokasi dana sekitar Rp127,4 triliun dalam APBN 2020. Kementerian yang dipimpin Prabowo itu menjadi institusi yang mendapat alokasi anggaran paling besar.

Namun, anggaran besar itu masih harus dibagi dengan instansi lain yang berada di bawah Kemenhan seperti Markas Besar TNI, TNI Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).

Haripin menyebut pembelian alutsista memang perlu dilakukan untuk memperkuat kekuatan pertahanan. Menurutnya, wajar Prabowo ingin membeli sejumlah alutsista karena masih ada beberapa komponen yang belum dimiliki RI.

Selain itu Prabowo juga harus melihat kebutuhan alutsista di dalam negeri, seperti kecocokan dengan alat pertahanan lainnya, organisasi TNI, hingga kebutuhan operasi di lapangan.

“Misalkan dari Prancis kita ingin jet Prancis, kita mungkin ke Prancis nawarkan bagaimana cost sharing, atau juga bisa substitusi impor. Kita bisa mengirim komoditas yang dibutuhkan negara itu diganti dengan alutsista,” tuturnya.

Haripin menambahkan pemerintah juga perlu menguatkan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Apalagi, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ingin fokus meningkatkan industri pertahanan dalam negeri.

Menurutnya, Prabowo harus memaksimalkan lembaga yang memang dibentuk untuk mengoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi industri pertahanan.

“KKIP menjadi forum brainstroming, forum koordinasi dan ketiga forum evaluasi yang baik juga untuk menetapkan dan memonitor alutsista dan juga industri pertahanan dalam negeri,” ujarnya.

Perkuat Alutsista Laut dan Udara

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan yang harus menjadi perhatian Prabowo dalam pembelian alutsista adalah penambahan poin kerja sama, seperti alih teknologi.

Khairul menyebut alih teknologi harus ditekankan agar ke depan pemerintah RI tak tergantung dengan negara lain.

“Selama ini kita lemah dalam negosiasi transfer teknologi ini. Itu yang harus menjadi tekanan. Pengadaan impor tak terhindarkan sampai beberapa tahun ke depan,” kata Khairul kepada CNNIndonesia.com.

Selain itu, lanjut Khairul, pembelian alutsista juga harus memerhatikan jejaring kerja sama dengan negara produsen. Salah satunya adalah pertimbangan geopolitik negara asal alutsista.

“Kenapa kita [Indonesia] berkeliling? Itu kan juga dalam konteks, bukan sekedar diplomasi basa-basi, tapi juga dalam rangka, memperkuat jejaring, yang paling penting kan di situ,” ujarnya.

Khairul menyatakan jika Prabowo jadi membeli alutsista, yang harus diutamakan adalah untuk TNI AL dan AU. Pasalnya, Indonesia merupakan negara kepualauan dengan garis pantai panjang.

“Ya tentu prioritas kita bagaimana armada kita di laut, armada kita terkait dengan pengelolaan ruang udara, baru aspek darat,” ujarnya.

Di sisi lain, Khairul pun mendorong Prabowo memerhatikan porsi anggaran untuk TNI AL dan AU. Menurutnya, selama ini anggaran yang paling besar selama ini didapatkan TNI AD.

“Ini sebenarnya harus dipikirkan juga proporsionalitas antarmatra, harus dipikirkan, ya angkatan laut punya kekuatan yang mencukupi, kemudian di udara,” tuturnya.

Selain soal alutsista untuk pertahanan laut, udara, maupun darat, Khairul mengusulkan agar pemerintah juga memikirkan pengadaan satelit komunikasi pertahanan. Menurutnya satelit komunikasi pertahanan penting untuk memantau wilayah Indonesia secara utuh.

“Omong kosong juga kalau kita bicara soal penegakan kedaulatan baik di laut, udara, darat tapi kita sendiri, kita enggak punya satelit yang memantau, memonitor secara utuh wilayah kita,” tuturnya.

Perihal penguatan alutsista sendiri memang menjadi salah satu visi Prabowo kala berkompetisi dalam Pilpres 2019. Dalam salah satu sesi debat kandidat Pilpres 2019, mantan Danjen Kopassus itu menyebut pertahanan Indonesia cenderung lemah dibandingkan yang lain.

“Kapal selam berapa yang kita miliki? Jenisnya berapa? Kemampuannya berapa? pesawat berapa? Kita negara seluas Eropa, berapa sky drone fighter? Kita punya peluru kendalinya berapa Pak (Jokowi)?” kata Prabowo ketika itu. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait