Ganti Uang Nasabah, BUMN Siap Suntik Jiwasraya Rp5 Triliun

Jakarta – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyiapkan suntikan dana sebesar Rp5 triliun sebagai tahap awal strategi penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga menjelaskan dana tersebut direncanakan berasal dari holding asuransi BUMN sebesar Rp2 triliun dan Investor sebesar Rp3 triliun.

“Yang siap diinvestasikan investor itu Rp3 triliun. Holding Rp2 triliun dan investor Rp 3 triliun,” kata Arya di Menteng, Jakarta, Minggu (19/1).

Dana investasi tersebut akan didapatkan dengan cara melobi anak usaha Jiwasraya yaitu PT Jiwasraya Putra kepada investor, yang dananya akan digunakan untuk menyelesaikan perkara finansial yang membelit perusahaan pelat merah tersebut.

Arya menjelaskan bahwa dana yang terkumpul dari holding dan investor tersebut akan digunakan untuk mengembalikan dana pemegang polis atau nasabah Jiwasraya yang telah mengalami jatuh tempo.

“Fokus kami mencari investor agar dana nasabah ini bisa dikembalikan dan mengalir kepada nasabah,” ujarnya.

Rencananya, lanjut Arya, Kementerian BUMN akan mulai memberikan dana tersebut pada kuartal pertama 2020 kepada nasabah-nasabah kecil yang menjadi prioritas.

“Bertahap, jadi kalau kita harapkan, kuartal pertama, kuartal kedua dapat Rp5 triliun kan sudah syukur. Sudah bisa ditanggulangi hampir setengah. Nanti sisanya kita tahapkan lagi. Ya kami harapkan ingin cepat lah selesai, nasabah-nasabah yang kecil-kecil yang diprioritaskan itu diberikan,” paparnya.

Arya menyatakan proses hukum kasus Jiwasraya saat ini masih berlangsung di tahap penyidikan Kejaksaan Agung. Pemerintah bersama dengan DPR dalam hal ini ikut memantau perkembangan permasalahan yang terjadi di Jiwasraya.

Arya mengharapkan Panitia Kerja (Panja) yang telah dibentuk oleh DPR dapat mempercepat proses pembenahan masalah perseroan asuransi pelat merah tersebut.

“Kami di BUMN akan terus bekerja untuk menyelesaikan kasus Jiwasraya. Dukungan politik dari DPR akan tambah mempercepat proses itu,” tuturnya.

Skandal Jiwasraya mencuat setelah perusahaan gagal membayar klaim polis nasabah senilai Rp802 miliar pada Oktober 2018 lalu akibat persoalan likuditas.

Per September 2019, manajemen Jiwasraya menyebut ekuitas perseroan negatif sebesar Rp23,92 triliun. Sebab, liabilitas perseroan mencapai Rp49,6 triliun, sedangkan asetnya cuma Rp25,68 triliun.

Akibatnya, klaim gagal bayar perseroan membengkak hingga Rp12,4 triliun pada tahun lalu. Kasus Jiwasraya sementara itu masih berjalan di Kejagung. Beberapa mantan petinggi Jiwasraya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Dinilai Tak Urgensi

Sementara Fraksi PDIP DPR RI menilai pembentukan panitia khusus (pansus) terkait sengkarut keuangan PT Asuransi Jiwasraya bukanlah hal yang mendesak. Namun, Fraksi Demokrat tetap bersikukuh meminta agar pansus untuk menyelidiki kasus Jiwasraya dibentuk. Lalu, bagaimana tahapan pembentukan pansus?

Anggota Komisi VI DPR, Achmad Baidowi (Awiek) menjelaskan bahwa usulan pembentukan pansus harus diajukan lebih dulu ke pimpinan DPR. Kemudian, sebut dia, keputusan apakah pansus akan dibentuk atau tidak ditetapkan dalam rapat paripurna yang kuorum.

“Ya, (pembentukan pansus) prosesnya panjang. Diajukan dulu ke pimpinan (DPR). Lalu dibahas di Bamus (Badan Musyawarah). Lalu dibawa ke paripurna untuk ditentukan apakah harus pansus atau tidak,” kata Awiek kepada wartawan, Minggu (19/1/2020).

Nah, berdasarkan Pasal 93 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014, keanggotaan pansus ditetapkan berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Jumlah anggota pansus ditetapkan oleh rapat paripurna DPR paling banyak 30 orang.

Setiap fraksi berhak mengusulkan nama anggota pansus kepada pimpinan DPR sesuai dengan perimbangan jumlah. Masing-masing fraksi juga mengganti anggota pansus yang berhalangan tetap atau pertimbangan lain dari fraksinya.

Untuk pimpinan pansus beranggotakan 4 orang, 1 ketua dan 3 wakil ketua. Pimpinan pansus merupakan paket berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah dan mufakat.

Pimpinan DPR sendiri mengusulkan agar penyelidikan kasus Jiwasraya dilakukan dengan membentuk panitia kerja (panja). Komisi VI DPR, yang bermitra dengan BUMN-BUMN, memutuskan untuk membentuk panja.

“Makanya, kami di Komisi VI menggunakan instrumen yang ada dl yakni panja, sehingga bisa langsung bekerja,” ucap Awiek. (mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait