TNI Soal China di Natuna: Kami Tak Melepas Peluru Sebutir Pun

Jakarta – Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Sisriadi menegaskan pihaknya telah meningkatkan intensitas operasi militer untuk menjaga kedaulatan RI di Perairan Natuna Utara usai banyak kapal China yang melintas di kawasan tersebut.

“Itu sebenarnya operasi rutin, tapi intensitasnya ditingkatkan di tempat itu,” kata Sisriadi di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Kamis (9/1).

Walaupun demikian, dia menuturkan pihaknya tak akan menembakkan peluru sebutir pun karena akan melanggar hukum internasional.

Lebuh lanjut, Sisriadi menjelaskan operasi di seluruh perairan Indonesia sudah rutin digelar tiap harinya oleh personel TNI. Akan tetapi, Panglima TNI Hadi Tjahjanto sudah menginstruksikan untuk menggeser fokus operasi di Perairan Natuna akibat situasi yang memanas belakangan ini.

Ia merinci setidaknya TNI sudah mengerahkan delapan Kapal Republik Indonesia (KRI) berpatroli untuk pengamanan Perairan Natuna. Tak hanya itu, pihaknya meningkatkan patroli udara menggunakan pesawat tempur dua kali penerbangan dalam sehari.

“Terakhir kita kerahkan ke wilayah itu saja ada delapan KRI. Kemudian patroli udara satu hari itu 1-2 flight, satu flight itu empat pesawat udara,” kata dia.

Meski demikian, Sisriadi belum mengetahui secara pasti kapan intensitas operasi di wilayah tersebut diturunkan. Ia hanya menjelaskan pihaknya masih memantau situasi di lapangan terlebih dulu untuk memutuskan hal tersebut.

Tak hanya itu, Sisriadi menjelaskan bahwa personel TNI dalam menjalankan operasi di Perairan Natuna Utara sudah sesuai dengan prosedur dan aturan internasional. Ia menyatakan TNI berpegang pada hukum humaniter dan Konvensi Jenewa dalam melakukan operasi tersebut.

Salah satu prosedurnya, lanjut dia, TNI tak pernah melepaskan satu peluru ke kapal-kapal China dalam operasi tersebut.

Ia menegaskan personel TNI hanya melakukan pengusiran terhadap para nelayan berbendera China keluar dari ZEE Indonesia di perairan Natuna.

“Kalau yang kita hadapi kapal-kapal sipil kita tak mungkin memaksakan cara militer. Kita haya gunakan komunikasi. Mengusir mereka. Jadi intinya gitu,” kata dia.

“Kita tak akan melepaskan satu butir peluru pun. Karena kalau kita lepaskan satu butir peluru, kita jadi yang melanggar hukum internasional,” tambahnya.

Tak Langgar Kedaulatan RI

Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga, Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan bahwa kapal-kapal China tidak melakukan pelanggaran kedaulatan, melainkan pelanggaran hak berdaulat Indonesia di perairan Natuna.

“Jadi yang terjadi adalah pelanggaran hak berdaulat,” kata dia saat dihubungi, Kamis (9/1).

Dahnil menjelaskan bahwa kapal-kapal China tidak berlayar di laut teritorial Indonesia. Kapal-kapal tersebut, lanjutnya, berlayar di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang dekat dengan Kepulauan Natuna.

Apabila kapal negara lain berlayar di laut teritorial Indonesia, maka bisa disebut sebagai pelanggaran kedaulatan. Namun, jika hanya berlayar di ZEE, maka disebut sebagai pelanggaran hak berdaulat.

Dahnil lalu mengatakan bahwa langkah yang perlu ditempuh untuk menyikapi ketegangan China-Indonesia di Natuna yakni dengan diplomasi. Langkah itu kini dilakukan oleh seluruh jajaran pemerintah, termasuk oleh Kementerian Luar Negeri.

“Itu tentu juga adalah bagian dari sikap pak Prabowo, dan pada saat disampaikan, sikap pemerintah melalui bu Menlu rumusan itu juga disampaikan pak Prabowo dalam rapat koordinasi di Menko Polhukam,” kata dia.

Dahnil juga menjelaskan soal Prabowo yang meminta semua pihak menyikapi konflik China-Indonesia di perairan Natuna ini dengan tenang. Lebih baik melalui diplomasi damai.

“Memang jalan diplomasi harus dilakukan dengan cara cool, atau cara damai, kemudian Tiongkok kan memang negara sahabat, jadi tiga narasi itu memang harus disampaikan oleh pak Prabowo sebagai bentuk diplomasi yang mendukung diplomasi yang sedang dilakukan melalui menlu,” katanya.

Sejauh ini, kata Dahnil, Prabowo juga telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menyikapi ketegangan di Natuna. Prabowo dan KKP sepakat bakal meningkatkan jumlah nelayan yang menangkap ikan di wilayah ZEE.

“Pak Menhan berkoordinasi dengan KKP agar kemudian meningkatkan dan mendorong aktivitas nelayan lebih banyak di sana, agar de facto ZEE itu memang dimanfaatkan,” kata Dahnil.

Dahnil mengklaim selama ini memang ada penurunan aktivitas nelayan Indonesia di kawasan perairan Natuna Utara. Maka dari itu, Prabowo ingin kawasan ZEE benar-benar dimanfaatkan oleh nelayan lokal.

“Caranya apa, ya aktivitas nelayan kita itu harus ditingkatkan di zona ekonomi ekslusif itu agar ZEE itu kan jujur tidak bisa dibantah lagi. Artinya apa, konsespsi hukum laut PBB atau UNCLOS itu jelas mengatakan itu ZEE kita,” kata dia.

Indonesia dan China memanas di perairan Natuna sejak beberapa hari yang lalu. Musababnya, kapal-kapal China berlayar di wilayah ZEE Indonesia di sekitar Natuna, Kepulauan Riau.

Kemenlu sempat melayangkan nota protes kepada pemerintah China. Namun, tak digubris. Pemerintah China mengklaim kawasan yang dilalui kapalnya merupakan wilayah traditional fishing ground.

Indonesia lantas mengirim beberapa kapal untuk berpatroli di sekitar perairan Natuna. Alih-alih pergi, China justru menambah kapal di perairan tersebut, yakni 2 kapal coast guard.

TNI AU tak tinggal diam. Sebanyak 4 jet tempur jenis F-16 diterbangkan dari Riau. Armada TNI AU yang berada di pangkalan Riau juga berstatus siaga.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memilih untuk bersikap tenang dalam menanggapi gelagat China. Langkah diplomasi dinilai lebih baik.

Presiden Joko Widodo turut ambil sikap. Dia bersama sejumlah petinggi negara mendatangi perairan Natuna menaiki KRI Usman Harun. Dia menegaskan kapal China tidak melalui laut teritorial, tetapi ZEE Indonesia. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait